Hubungan
Etika Dengan Agama
Persoalan etika dan agama memang
menjadi 2 hal yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Etika memang tak bisa
mengganti peran agama, melainkan etika bisa membantu agama untuk memecahkan
berbagai macam masalah yang rumit dan sulit.
Akan tetapi, sebaliknya, jiika
memutlakkan etika tanpa menyadari keberagaman agama itu sendiri, inilah yang
menjadi berbahaya. Karena pada dasarnya, etika bisa merendahkan atau cenderung
mengabaikan kepekaan rasa, kehalusan adat kebiasaan, konvensi sosial dan lain
sebagainya.
Bahkan, bahaya formalisme bisa saja
terjadi, berpikir baik atau buruk secara moral, namun tak mampu untuk
menjalankannya. Etika bisa menjadi ilmu yang kering atau bahkan mandul yang
memiliki kebenaran, namun kurang mampu dalam hal pelaksanaan.
Sebelum menjelaskan lebih lanjut
mengenai hubungan etika dan agama di lingkungan masyarakat, alangkah baiknya
kita mengulas lebih dalam mengenai persoalan etika, baru membahas mengenai
agama, secara sederhana, satu-persatu.
Apa itu
Etika?
Etika lebih pada prinsip dasar baik
atau buruknya perilaku manusia, sedangkan moral untuk menyatakan aturan yang
jauh lebih konkret. Ibaratnya, ajaran moral menjadi petunjuk bagaimana kita
harus bisa bertindak, sedangkan etika untuk memberi penilaian terhadap apa yang
telah kita lakukan atau yang telah diperbuat.
Secara sederhana, etika bisa
dikatakan sebagai salah satu ilmu yang mempelajari secara sistematis, mengenai
moralitas dan memberikan suatu bentuk penilaian terhadap tindakan moral.
Walaupun demikian, etika dalam pandangan Magnis Suseno, dia tak memiliki
pretensi secara langsung untuk membuat diri pribadi manusia menjadi lebih baik
ke depannya.
Dengan demikian, etika juga bisa
dinyatakan sebagai suatu pandangan filosofis dalam melihat tingkah laku manusia
itu sendiri. Perilaku inilah yang tercermin dalam tindakan moralnya, sehingga
seseorang tak perlu beretika untuk membuat tindakan moral.
Moral menjadi tindakan yang tak
terikat oleh apapun, termasuk oleh agama. Orang bisa bertindak secara moral, tanpa
dirinya harus beragama dan bahkan sebaliknya, orang yang beragama bahkan bisa
bertindak amoral.
Mengapa
Manusia Beragama?
Pertanyaan yang begitu sederhana,
namun ternyata juga begitu mendasar untuk bisa mengetahui lebih lanjut dan bisa
memahami akan pentingnya bicara mengenai agama. Salah satu ciri khas manusia
ialah dirinya mampu berefleksi terhadap kehidupannya.
Kesadaran diri menjadi ciri dari
manusia, karena itulah ia mampu untuk berefleksi terhadap hidupnya. Ia mampu
untuk berefleksi terhadap kehidupan religuisnya, maka dari itu, tak salah
apabila manusia disebut sebagai makhluk religius.
Sebagai makhluk yang religius, maka
ia mencari yang transenden di dalam dirinya sendiri dan manusia memperoleh itu
dalam nilai-nilai agama.
Apabila agama tak lagi mampu untuk
membuat manusia bisa berefleksi terhadap hidupnya, maka agama juga ditinggalkan
oleh manusia dan manusia mulai mencari keberagamannya dalam bentuk yang
berbeda.
Persamaan
Etika dan Agama
Pada sasarannya, meletakkan dasar ajaran moral, sehingga
manusia bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Pada sifatnya, etika dan agama sama-sama mampu
memberikan peringatan dan tak bersifat memaksa.
Perbedaan
Etika dan Agama
Etika merupakan kepercayaan yang tak
mengandung pengabdian, sedangkan agama merupakan kepercayaan yang mengandung
pengabdian terhadap Tuhan.
Etika mempersoalkan kehidupan moral
manusia di dunia, sedangkan agama mengajarkan adanya 2 macam kehidupan, yakni
di dunia dan di akhirat.
Etika bersumber dari hasil pemikiran
dan pengalaman manusia, sedangkan agama bersumber dari Tuhan.
Tak semua ajaran etika bisa diterima
oleh agama, sedangkan ajaran dari agama bisa memperkuat atau melengkapi ajaran
etika.
Hubungan
Etika dan Agama
Seperti yang sudah diungkap
sebelumnya, jika etika dan agama sejatinya adalah 2 hal yang tak harus
dipertentangkan. Antara etika dan agama menjadi 2 hal yang saling membutuhkan,
atau dalam bahasa Sudiarja, "agama dan etika saling melengkapi satu sama
lain".
Agama membutuhkan etika untuk secara
kritis bisa melihat tindakan moral yang mungkin tak rasional. Sedangkan peran
dari etika sendiri membutuhkan agama, sehingga manusia tak mengabaikan kepekaan
rasa dalam dirinya.
Hubungan etika dan agama yang
terjadi, bisa membuat suatu keseimbangan,di mana agama bisa membantu etika
untuk tak bertindak hanya berdasar dari rasio dan melupakan kepekaan rasa dalam
diri manusia, etika sendiri juga bisa membantu agama dalam melihat secara
kritis dan rasional tindakan moral.
Di luar dari agama, kita tidak memiliki
kebenaran. Etika dikatakan bisa menjadi salah satu jembatan yang spesial untuk
mencoba menghubungkan atau menyambungkan dan mendialogkan antara agama-agama.
Kita bisa mengungkap bahwasannya
etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan agama,
khususnya untuk negara yang majemuk seperti Indonesia ini. Etika secara
rasional bisa membantu kita mampu dalam memahami dan secara kritis untuk
melihat tindakan moral dari agama tertentu.
Lantas,
apakah cukup kita beretika tanpa harus beragama?
Apabila kita mencoba berusaha
memahami secara filosofis, maka kita bisa mengatakan jika etika tanpa adanya
agama ialah kering, sebaliknya, agama tanpa etika ialah hambar. Bahwa manusia
tak hanya diciptakan sebagai makhluk yang rasional saja, melainkan melekat
dalam diri makhluk yang religius, sehingga bisa membuat dia mampu berefleksi
terhadap kehidupannya.
Karena itu, peran agama akan sangat
penting dalam membantu manusia untuk bertindak, tak hanya berdasar dari rasio
saja, melainkan juga berdasar dari rasa yang ada di dalam dirinya sendiri.
Ada satu kesatuan yang tercipta
antara rasio dan rasa yang melekat dari dalam diri manusia. Manusia bukanlah
makhluk egois yang harus mengandalkan rasionya semata-mata.
Kesimpulan
Dengan penjelasan dari berbagai macam
sudut pandang, maka kita bisa katakan jika hubungan etika dan agama merupakan
hubungan timbal balik yang mana saling membutuhkan satu sama lain. Etika tak
bisa berjalan sendiri dengan rasionalitasnya, juga agama tak bisa berjalan
sendiri dengan doktrinnya.
Etika tanpa agama menjadi kering dan
agama tanpa etika menjadi hambar.
Etika yang baik ialah etika yang
mampu dalam memberikan ruang terhadap segala bentuk kepekaan rasa dan tak hanya
mengandalkan rasio dalam bertindak. Karena etika seperti ini hanya akan
mendatangkan suatu kebenaran yang subjektif yang tak bernilai dan cenderung
melupakan hakikat manusia sebagai makhluk yang religius, kepekaan rasa itu
terdapat dalam agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar