Kamis, 15 November 2018

HUBUNGAN ETIKA DENGAN AGAMA



Hubungan Etika Dengan Agama


Persoalan etika dan agama memang menjadi 2 hal yang tidak perlu untuk dipertentangkan. Etika memang tak bisa mengganti peran agama, melainkan etika bisa membantu agama untuk memecahkan berbagai macam masalah yang rumit dan sulit.

Akan tetapi, sebaliknya, jiika memutlakkan etika tanpa menyadari keberagaman agama itu sendiri, inilah yang menjadi berbahaya. Karena pada dasarnya, etika bisa merendahkan atau cenderung mengabaikan kepekaan rasa, kehalusan adat kebiasaan, konvensi sosial dan lain sebagainya.

Bahkan, bahaya formalisme bisa saja terjadi, berpikir baik atau buruk secara moral, namun tak mampu untuk menjalankannya. Etika bisa menjadi ilmu yang kering atau bahkan mandul yang memiliki kebenaran, namun kurang mampu dalam hal pelaksanaan.

Sebelum menjelaskan lebih lanjut mengenai hubungan etika dan agama di lingkungan masyarakat, alangkah baiknya kita mengulas lebih dalam mengenai persoalan etika, baru membahas mengenai agama, secara sederhana, satu-persatu.


Apa itu Etika?

Etika lebih pada prinsip dasar baik atau buruknya perilaku manusia, sedangkan moral untuk menyatakan aturan yang jauh lebih konkret. Ibaratnya, ajaran moral menjadi petunjuk bagaimana kita harus bisa bertindak, sedangkan etika untuk memberi penilaian terhadap apa yang telah kita lakukan atau yang telah diperbuat.

Secara sederhana, etika bisa dikatakan sebagai salah satu ilmu yang mempelajari secara sistematis, mengenai moralitas dan memberikan suatu bentuk penilaian terhadap tindakan moral. Walaupun demikian, etika dalam pandangan Magnis Suseno, dia tak memiliki pretensi secara langsung untuk membuat diri pribadi manusia menjadi lebih baik ke depannya.

Dengan demikian, etika juga bisa dinyatakan sebagai suatu pandangan filosofis dalam melihat tingkah laku manusia itu sendiri. Perilaku inilah yang tercermin dalam tindakan moralnya, sehingga seseorang tak perlu beretika untuk membuat tindakan moral.

Moral menjadi tindakan yang tak terikat oleh apapun, termasuk oleh agama. Orang bisa bertindak secara moral, tanpa dirinya harus beragama dan bahkan sebaliknya, orang yang beragama bahkan bisa bertindak amoral.

Mengapa Manusia Beragama?

Pertanyaan yang begitu sederhana, namun ternyata juga begitu mendasar untuk bisa mengetahui lebih lanjut dan bisa memahami akan pentingnya bicara mengenai agama. Salah satu ciri khas manusia ialah dirinya mampu berefleksi terhadap kehidupannya.

Kesadaran diri menjadi ciri dari manusia, karena itulah ia mampu untuk berefleksi terhadap hidupnya. Ia mampu untuk berefleksi terhadap kehidupan religuisnya, maka dari itu, tak salah apabila manusia disebut sebagai makhluk religius.

Sebagai makhluk yang religius, maka ia mencari yang transenden di dalam dirinya sendiri dan manusia memperoleh itu dalam nilai-nilai agama.

Apabila agama tak lagi mampu untuk membuat manusia bisa berefleksi terhadap hidupnya, maka agama juga ditinggalkan oleh manusia dan manusia mulai mencari keberagamannya dalam bentuk yang berbeda.

Persamaan Etika dan Agama

     Pada sasarannya, meletakkan dasar ajaran moral, sehingga manusia bisa membedakan mana perbuatan yang baik dan mana yang buruk. Pada sifatnya, etika dan agama sama-sama mampu memberikan peringatan dan tak bersifat memaksa.

Perbedaan Etika dan Agama

Etika merupakan kepercayaan yang tak mengandung pengabdian, sedangkan agama merupakan kepercayaan yang mengandung pengabdian terhadap Tuhan.

Etika mempersoalkan kehidupan moral manusia di dunia, sedangkan agama mengajarkan adanya 2 macam kehidupan, yakni di dunia dan di akhirat.

Etika bersumber dari hasil pemikiran dan pengalaman manusia, sedangkan agama bersumber dari Tuhan.

Tak semua ajaran etika bisa diterima oleh agama, sedangkan ajaran dari agama bisa memperkuat atau melengkapi ajaran etika.

Hubungan Etika dan Agama

Seperti yang sudah diungkap sebelumnya, jika etika dan agama sejatinya adalah 2 hal yang tak harus dipertentangkan. Antara etika dan agama menjadi 2 hal yang saling membutuhkan, atau dalam bahasa Sudiarja, "agama dan etika saling melengkapi satu sama lain".

Agama membutuhkan etika untuk secara kritis bisa melihat tindakan moral yang mungkin tak rasional. Sedangkan peran dari etika sendiri membutuhkan agama, sehingga manusia tak mengabaikan kepekaan rasa dalam dirinya.

Hubungan etika dan agama yang terjadi, bisa membuat suatu keseimbangan,di mana agama bisa membantu etika untuk tak bertindak hanya berdasar dari rasio dan melupakan kepekaan rasa dalam diri manusia, etika sendiri juga bisa membantu agama dalam melihat secara kritis dan rasional tindakan moral.

Di luar dari agama, kita tidak memiliki kebenaran. Etika dikatakan bisa menjadi salah satu jembatan yang spesial untuk mencoba menghubungkan atau menyambungkan dan mendialogkan antara agama-agama.

Kita bisa mengungkap bahwasannya etika, secara filosofis menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan agama, khususnya untuk negara yang majemuk seperti Indonesia ini. Etika secara rasional bisa membantu kita mampu dalam memahami dan secara kritis untuk melihat tindakan moral dari agama tertentu.

Lantas, apakah cukup kita beretika tanpa harus beragama?

Apabila kita mencoba berusaha memahami secara filosofis, maka kita bisa mengatakan jika etika tanpa adanya agama ialah kering, sebaliknya, agama tanpa etika ialah hambar. Bahwa manusia tak hanya diciptakan sebagai makhluk yang rasional saja, melainkan melekat dalam diri makhluk yang religius, sehingga bisa membuat dia mampu berefleksi terhadap kehidupannya.

Karena itu, peran agama akan sangat penting dalam membantu manusia untuk bertindak, tak hanya berdasar dari rasio saja, melainkan juga berdasar dari rasa yang ada di dalam dirinya sendiri.

Ada satu kesatuan yang tercipta antara rasio dan rasa yang melekat dari dalam diri manusia. Manusia bukanlah makhluk egois yang harus mengandalkan rasionya semata-mata.

Kesimpulan

Dengan penjelasan dari berbagai macam sudut pandang, maka kita bisa katakan jika hubungan etika dan agama merupakan hubungan timbal balik yang mana saling membutuhkan satu sama lain. Etika tak bisa berjalan sendiri dengan rasionalitasnya, juga agama tak bisa berjalan sendiri dengan doktrinnya.

Etika tanpa agama menjadi kering dan agama tanpa etika menjadi hambar.

Etika yang baik ialah etika yang mampu dalam memberikan ruang terhadap segala bentuk kepekaan rasa dan tak hanya mengandalkan rasio dalam bertindak. Karena etika seperti ini hanya akan mendatangkan suatu kebenaran yang subjektif yang tak bernilai dan cenderung melupakan hakikat manusia sebagai makhluk yang religius, kepekaan rasa itu terdapat dalam agama.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar